Sepertinya aku pernah berada disini
Bagian terpahit dari sebuah puing mimpi
Yang pernah dengan berani aku lewati
Namun aku terjatuh lagi disini

Dengan sendiri tanpa akhir
Aku selalu berteriak dalam panjangnya syair
Dalam harap yang hanya terbungkam mustahil untuk lahir
Masih mencoba mengais manisnya getir

Maaf Tuhanku,
Untuk dejavu kali ini aku marah dan mengadu
Haruskah membusuk diantara berjuta sembilu?
Setidaknya disaat aku baru saja sembuh dari sedu sedan itu

Selalu tangguh berdiri tak takut mati
Meski pernah berlari dan coba hindari hingga nyaris mati
Tuhan tidak cukup berbaik hati
Aku masih harus begini, sampai aku benci untuk bermimpi.



Yang datang melepas kelam
Menyelamatkan terang yang terikat sekam
Dalam garis-garisnya yang diam
Sebuah cahaya berjanji tak akan tenggelam

Namun bila semua hanya sekilas wacana
Terjebak atas ambigu retorika di dalamnya
Sebatas yang diumpamakan dalam kata
Cahaya ternikmati oleh sanubari yang peka

Membantu yang buta berjalan dalam gelap
Membangunkan yang mati dari lelap
Menemani yang sepi tanpa derap
Menyambung yang putus dengan harap

Benderang,
Gemilang,
Cemerlang,
Lalu terbang, hilang

Cahaya,
Jangan hadir sebatas teori belaka
Mari beriring di tiap detik suasana
Jangan mati, kini kuizinkan kau hidup dalam sebuah nyawa


Lelah sudah turuti hati
Egoisme nafsu atas bahagia semakin sulit dicerai
Seakan tak bosan mengemis sedikit saja cinta untuk diri
Ketulusan tercampak menjadi sekedar teori

Bagai anjing melolong mendamba sang tuan
Tak kunjung bosan hati ini mengais harapan
Dari sejuta kalian yang mungkin hanya bermodal kasihan
Kecewa bukan lagi jalan yang dapat terelakkan

Untuk setiap cinta yang datang dan berlalu
Kumohonkan agar tidak lagi menancapkan sembilu
Tak terlihatkah hati ini semakin berkarat, tergugu
Kasihani dia yang menjadi budak cinta kalian yang semu

Sedikit lagi sampai mati
Aku dibuang dan sendiri
Sempat meratap doa di dalam sepi
Berikan aku senyum sebelum benar-benar mati


Original Post by : Raditya Dika (http://radityadika.com/category/lagi-bener/page/3/)


Kepada kamu,
Dengan penuh kebencian.

Aku benci jatuh cinta. Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan kamu, tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak, selalu menebak-nebak. Aku benci deg-degan menunggu kamu online. Dan di saat kamu muncul, aku akan tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.

Aku benci terkejut melihat SMS kamu nongol di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, menghapusnya, memikirkan kata demi kata. Aku benci ketika jatuh cinta, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan kamu. Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi, aku tidak bisa menawar, ya?

Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah pertanyaan kamu itu sekadar pancingan atau retorika atau pertanyaan biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri? Apakah kepalamu yang kamu senderkan di bahuku kemarin hanya gesture biasa, atau ada maksud lain, atau aku yang-sekali lagi-salah mengartikan dengan penuh percaya diri?

Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa pasrah, gelisah. Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus semalaman, tanpa harus tidur. Cukup begini saja.

Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu ke sisi kepalaku, saat kamu mencoba untuk melihat sesuatu di handycam yang sedang aku pegang. Oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernapas, aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. Aku benci aku harus sadar atas semua kecanggungan itu…, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, “Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common,” harus dimentahkan oleh hati yang berkata, “Jangan hiraukan logikamu.”

Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku, bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.

Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan…

aku takut sendirian.


Dendam
Terlalu sulit kini untuk diredam
Dengan suasana hati yang kian suram
Ditambah harga diri yang terkoyak dalam

Sakit
Terjebak dalam alur yang kian pahit
Menikmati simpang siur hujat yang semakin sengit
Melawan arogansi pemikir-pemikir sempit

Kesal
Air mata tak turun lagi, dia tersumpal
Maaf tak lagi mudah diucap dalam lafal
Kebencian mulai berkuasa menuju kekal

Senang
Mari berpesta untuk sang pemenang
Dengan tutur halus yang menggonggong
Silahkan tertawa dengan kebusukan yang menggenang

Doa
Dipersembahkan khusus dari hati yang terluka
Untuk siapa yang tak kenal peka
Bermodal asumsi tanpa fakta
Semoga kelak masih bisa menusuk dengan kata
Saat lidah tersengal luka dan air mata
Semoga



Keras, susah untuk ditembus
Retori berlogika menjadi keyakinan berarus
Hati dan bahagia diri kian tak terurus
Membela prinsip adalah sebuah harus

Egois, Arogan
Tertancap kian dalam menjadi slogan
Tidak pernah bertanya namun selalu menagih jawaban
Ayo katakan memang saya terlalu memuakkan

Jauh dari akal
Ucapan semua kawan dibuat tersumpal
Saat segala nasihat disambut dengan kesal
Ego diri yang sesat menjadi sebuah bekal, kekal
Distorsi nafsu diri bermain total
Semoga dengan segala kebodohannya, batu ini tidak tercekal sesal


Hai, bagaimana rasanya hari anda setelah tidak bersama saya?
Sepertinya makin menyenangkan terlihat dari cara anda berbicara dan menghujat saya kini.
Taukah? Ribuan gumpal sakit di hati semakin menenggelamkan saya dalam kecewa.
Ya, kecewa.
Kecewa menjadi yang demikian tidak berharganya untuk anda yaa meskipun benar saya sudah terdaftar dalam deretan masa lalu anda.

Ayo maki saya terus. Keluarkan semua serapah itu.
Selagi hati ini masih lumayan sakit mendengar semuanya, jadi anda tidak akan sia-sia menyemburkan semua cerca.
Saya kan batu, robot mungkin. Atau apalah sesuka anda mengumpamakan sampah ini.
Sudah cukup semua rasa sayang yang bertahun itu, mungkin ini saatnya semua berganti kenyataan bahwa saya ternyata sesuatu yang harus dibasmi, dihancurkan.

Anda tahu? Saya kini baru mengenal lagi semua benar dan salah.
Benar yang memang benar dan salah yang mutlak tidak bisa menjadi benar.
Seperti biasa, saya belajar sendiri tanpa ditopang ataupun ditemani. Kan anda sudah tau, saya bertemankan masalah.
Sedikit demi sedikit saya mulai mencintai mereka yang karena adanya saya bisa menjadi sekuat ini.
Jangan ingkari bahwa sebagian dari hati keras itu masih mengakui bahwa saya hebat :)

Kecewa, amarah, sedih, putus asa mereka begitu sempurna saat ini melumuri hati saya.
Maka terimakasih untuk anda yang begitu mampu mendedikasikan semua itu untuk saya kini. Masih ditambah lagi berjuta cerca, ya itu saya lumat habis-habis tanpa lagi bisa mengeluh. Saya sudah biasa! Sudah terlalu biasa lebih tepatnya.
Mungkin anda kesal saat ini saya masih bisa menghadapi semuanya dengan tawa.
Jangan kesal dong, saya yakin anda pasti tau pasti tawa itu hanya ungkapan lain dari kesedihan hati saya.

Sudah, sudah, sudah.
Semua rasa sayang yang ada bertahun dan mengalir terus itu kini perlahan saya coba racuni semuanya dengan kebencian.
Saya tidak akan kalah hanya karena cinta. Apalagi jatuh terus hancur.
Anda tau kan begitu banyak yang sudah saya lewati agar tetap bisa berdiri sampai nyaris 20 tahun ini.
Tidak mungkin semua peluh itu terbuang sia-sia hanya karena 1 hal yang paling ringan dari semuanya.
Jika anda mengharapkan saya menangis, saya sudah menangis.
Bahkan lebih sering dan dalam dari yang anda fikirkan. Tak terhitung, terlalu banyak dan panjang.

Biarkan saya kini menghibur diri dengan segala cara. Persetan dengan kalian yang menghakimi antara benar atau salah.
Saya tidak peduli. Toh kalian bicara dengan keadaan yang jauh dari mengerti.
Kalian kan tidak mengerti ketika pada akhirnya saya bisa tertawa meskipun diantara setan.
Hikmahnya adalah saya akhirnya bisa pergi dari penat ini sekejap saja.
Menjadi salah atau benar bukan menjadi tujuan utama saya dalam menenggelamkan diri bersama botol-botol itu kemarin malam dan mungkin malam ini.
Saya hanya ingin menutup semua ini dengan tawa.
Bukan dengan sedih atau kesakitan yang panjang.
Tepatnya saat ini saya tidak ingin terbodohi dengan ungkapan panjang sebuah penyesalan.

Semoga kalian mengerti, terutama anda si keras :)


Berserah
Semua asa harapan cinta tergeletak pasrah
Kerasnya sebuah hati disana masih meregang amarah
Semuanya dibiarkan hancur lalu musnah

Sayang saya tidak setegar anda
Atau setidaknya bisa sedemikian cepat menukar rasa
Mungkin rasa ini terlalu buta
Hingga saat ini saya masih menyayangi dalam luka

Daya ini kini mati
Kebisuan telah datang menyergap hati
Menyerah telah menjadi alasan paling hakiki
Dalam sakit kali ini saya memutuskan untuk menepi

Dalam suara hujan yang tak pernah sepi
Diri ini berkeras meyakini sang hati
Mencoba menerima dengan berani
Bahwa semua sudah usai kini


Dengar hati ini kini berontak
Dalam keyakinan bersuara serak
Membela nafas yang kian sesak
Semoga terdengar oleh kalian yang mengaku berotak

Kekuatan ini mulai bangun dari tidur panjangnya
Membius mati kelemahan yang kian membiasa
Kemarahan ini mulai berkuasa
Mencoba sembuhi semua luka yang kian menganga

Pilu, Sendu, Sembilu
Semakin berkarat oleh waktu
Coba selamatkan lagi diri yang terkulai lesu
Semoga bisa menjadi kekuatan di hidup yang baru


Saya jatuh cinta pada anda wahai mimpi, namun saya tidak seberuntung itu menggapai anda.
Jangan jauhi saya dong mimpi.
Saya teramat senang bisa bertemu anda di sela lelap. Saya makin tenggelam diantara senyum yang tak kasat mata.
Sayang, saya selalu lupa menanyakan nomer telepon, facebook, atau twitter anda.
Saya ingin lebih dekat lagi dengan anda, mimpi. Memiliki anda sepenuhnya tanpa harus memejamkan mata dahulu saat ingin bertemu.

Hai mimpi, saya benar-benar jatuh cinta pada anda.
Pada gambar-gambar manis.
Pada melodi-melodi bahagia.
Pada alur cerita yang tak kenal air mata.
Pada sempurnanya janji bahwa anda begitu menyenangkan.

Mimpi, sayang saya tidak bertemu anda 2 malam ini. Jangan datang pada yang lain dulu.
Bukannya saya sibuk sampai tidak sempat kita bertemu. Namun malam ini saya sedang dijerat sejenak oleh kenyataan yang keberadaannya selalu menyebalkan.
Anda terlalu manis, menggoda.
Anda itu candu wahai mimpi.
Sekalinya kau datang, semua orang pasti ingin mendekap anda. Ah sial, saingan saya banyak sekali.

Mimpi, kenapa cinta saya pada anda tak pernah terbalas? Malah justru si kenyataan yang selalu mengejar-ngejar saya hingga saya muak.
Bisakah saya memiliki anda? Bisakah anda jatuh cinta pada saya?
Makhluk seperti apa yang pantas anda berikan hati?
Tidak seperti saya kah?
Ah sebentar, saya mau kecewa dulu.

Mimpi, ayo kita pacaran.
Tapi sepertinya anda terlalu malas dekat dengan saya. Ah anda, memang terlalu sempurna untuk apapun dari diri saya.

Ya baiklah saya mengerti kini.
Anda, hanya bisa saya lihat
Anda, hanya bisa saya harap
Anda, hanya bisa saya kagumi
Semoga suatu hari ada kesempatan saya bisa mendekap anda.

Hai mimpi, malam nanti saya pastikan akan terlelap.
Jangan lupa datangi saya dengan pesona anda
Mimpi, anda ada waktu untuk malam ini kan?
Oke, kalau begitu nanti malam kita ketemuan :)


Coba dengar

Gempita rindu ini sedang bernyanyi samar
Bersiul dalam distorsi yang berkoar
Apakah nyanyian sendu ini masih di dengar?

Dihati ini masih tersekap kerinduan yang indah
Tak peduli saat sudah ditelan tahunan waktu yang menjarah
Retori kalimat rindu ditulis tanpa lelah
Meski tau kini diantara kita tiada lagi celah

Apakah ada radio di surga?
Pernahkah dengar kerinduan saya yang membahana?
Atau sepotong salam untuk menyapa?
Jujur saya semakin hilang akal dalam merangkai kata

Raka-ku, Sahabat-ku, Kakak-ku, Fajar pertama-ku
Balaslah semua peluh rindu yang kian sendu
Andai saja dulu pernah kau tolak takdir itu
Mungkin temaram pilu tak pernah lahir dan membelenggu

Tetap nyalakan radio itu jika ada
Saya tak akan pernah bosan menyapa surga
Sebisa mungkin saya akan mengirim wacana hari penuh tawa
Agar kau tau, gadis kecil ini akan selalu baik-baik saja


Dedicated to:

Man of the life, Rakashya
hey there dear, how's your life up there?
***
saat berjuta gempita rindu meronta
hati kuat ini masih sanggup mengais memori yang terseka



Inspired by: Radios In Heaven; song by Plain White T's




Mengelu angin malam ini
Merasuki lirih para penunggu hati
Tidak lagi para penghias jendela mengaduh sepi
Namun jiwa ini diam senyap tanpa melodi

Serigala malam makin berwibawa dalam mengembara
Aku terbawa dalam dingin yang berkelana
Mengerang diantara gelap yang membuta
Adakah jiwa yang masih terjaga?

Bulan semakin merambat mendekat
Aku berselimut kosong di sebuah sela yang pekat
Tersenyum miris dibius kebekuan yang kian merekat
Menunggu tawa dari sebuah sekat

Sepotong jiwa yang tak pernah tidur
Sedang gelisah berjalan diatas sandiwara yang tersadur
Garis matanya tergantung tanda penglihatannya mulai mengabur
Masih memohon kasih atas raganya yang kini tersungkur


Berlari aku terus lari diseret berjuta setan

Kadang aku merintih penuh lara yang menjebak di setiap kesepian
Emosiku kian tertantang menembus hentak suara tetesan yang menyelinap pelan
Jangan ganggu aku lagi hujan

Aku mengejang merintih namun samar di telinga mereka
Kian hari aku makin tersudut oleh gempita tawa atas luka
Benar sekali ini adalah luka
Saat aku terduduk hina diantara hujan yang kian merasa berwibawa

Yang dinamakan hujan itu benarlah pencuri
Dia mengambil segala bahagia milikku yang hakiki
Bertahun-tahun dia menakutiku untuk mati
Hujan lupakah kau atas segala luka yang tak terperi ini?

Aku ingin hujan sang pencuri berserah kepadaku dan berjanji tak akan datang lagi
Paling tidak sampai semua luka ini terobati
Sediakan waktu sebentar untuk hati ini bermeditasi
Atau jika hujan tetap datang dan tidak tahu diri,
Aku telah menyiapkan hati dan diri ini untuk dikremasi


Aku mati
Mati diantara jantung yang masih berdegup
Mati untuk bersiap diri
Mati dalam kurungan waktu
Aku mati dalam sakit

Aku mati
Mati menunggu akhir permainan-Mu Tuhan
Mati untuk berserapah pada kecewa
Mati dalam pertanyaan yang panjang
Aku mati dalam kebodohan

Aku mati
Mati karena muak untuk bersedih
Mati dalam tangan yang tergeletak tanpa upaya
Mati bukan dalam sebuah sia-sia
Aku mati dalam lelah yang tak bisa ditawar lagi

Aku mati
Mati untuk sebuah pagi yang selalu aku nikmati sendiri
Mati mengejar waktu yang enggan menunggu
Mati dalam air mata sang setiaku
Aku mati dalam luka yang kurangkul setiap hari

Aku tak takut mati
Karena aku selalu mati diantara murung hati dan topeng yang ceria
Aku menantang mati
Karena aku tau, hidupku kian sulit bersahabat
Aku tidak menangis untuk mati
Karena di hidup yang mati ini hatiku telah berlumur kecewa
Aku tertawa diancam mati
Karena mereka fikir aku takut
Tidak
Karena saat ini pun aku sedang menjerit meriap dalam hidup yang lebih kosong dan sakit daripada sekedar mati..


Kamu tidak pernah punya kesempatan untuk menjadi orang jahat

Berbeda dengan aku bukan?
Urat dan ambisi ini begitu terlihat dari tangan yang senantiasa mengepal dan deru nafas yang tak bersahabat
Bahkan aku kadang malu untuk sekedar menatap orang baik, karena aku begitu hina dibayangi kotoran

Pernahkah kau iri denganku?
Dengan aku yang kian akrab dengan hujatan karena begitu jahatnya aku
Kian hari aku makin merasa seperti anjing yang menggonggong karena paksaan sang tuan
Tapi tatap mataku, adakah segaris sinar yang tampak bahwa aku berniat melukaimu?
Namun sepertinya kebaikan mu terlalu sempurna hingga membimbing kebencian itu tumbuh untuk memberantas aku sang jahat

Dengan kejahatanku aku tumbuh tanpa takut dan kian bengis dalam menghadapi luka
Kamu tahu? aku takut banyak orang baik yang tertawa saat si jahat duduk mati karena terluka
Aku berjalan tanpa takut tersandung, aku menyambut ketidak adilan dengan serapah
Namun tahukah kamu? si jahat ini pun masih diberi karunia kasih oleh Tuhan-nya
Dia masih bisa mengendurkan sedikit uratnya untuk seporsi hati yang dia sayangi.
Apakah sempurnanya kebaikan-mu tak mampu merekam sedikit upaya dari si jahat untuk mengasihi?

Sepertinya dunia ini memang drama paling besar dengan Tuhan sebagai sutradara paling ternama
Karena ada aku sang antagonis dan ada kamu sang protagonis
Aku sudah biasa ditikam sinisnya mata dari pendukung sang protagonis
Sepertinya aku bangga karena kekuatan-ku yang bertumbuh dengan ditempa sejuta luka
Namun di belakang panggung sang pemeran antagonis ini melihat bagaimana si baik melatih tangis agar peran protagonis bisa ia sampaikan dengan baik.

Sungguh bukan aku yang ingin menjadi orang jahat
Aku hanya ingin melindungi jiwa dan raga titipan Tuhan ini agar tidak hancur
Aku melindunginya sendiri, karena wajahku tak mampu bermelas untuk mengemis bantuan
Berbeda dengan-mu hai orang baik,
Betapa banyak tangan yang datang saat kau bahkan mulai terisak
Betapa hebatnya Tuhan menempatkan karunia kepadamu

Jangalah lupa berterimakasih wahai sahabatku si baik
Tuhan begitu baiknya kepadamu
Adakah orang yang tidak percaya pada semua ucapanmu?
Adakah orang yang tidak melindungimu saat kamu dalam bahaya?
Adakah orang yang tega untuk menuduhmu bersalah?
Adakah orang yang mampu membencimu?
Bahkan aku si jahat pun tak mampu melakukan semua itu.

Sekarang aku akan membuat penyesalan
Aku akui ini adalah tindakan terbodoh yang aku lakukan
Aku menyesal pernah menempatkan si jahat menjadi sahabat untuk si baik
Aku kini kasihan untuk diriku sendiri
Kasihan melihat diriku yang kini terhina atas keserakahanmu dalam kebaikan
Belum cukupkah berjuta orang baik menjadi malaikat yang setia untukmu?
Haruskah mungkin kau ambil juga yang segelintir milikku?
Atau mungkin kewajibanmu sebagai orang baik untuk membunuh aku si jahat?

Baiklah baik
Aku tak akan membela diri lagi dengan sedikit kenyataan yang aku punya
Aku terlalu kotor untuk lebih dipercaya dari si baik
Lagipula aku kini sudah semakin lelah dengan keberanianku
Biarkan malam ini aku menunduk dulu sejenak dalam tangis yang panjang dan sepi
Aku ingin membenahi dulu luka ini sebentar

Aku menyerang semua ketidak-adilan tetapi bukan menyerang sahabatku
Aku meludahi semua kebohongan tetapi bukan meludahi wajah yang aku kasihi
Selamat kamu orang baik pertama yang membuat si jahat ini nyaris hancur
Sekali lagi aku ingatkan, jangan lupa berterimakasih.
Berterimakasih untuk apa dan siapa saja yang selalu datang untuk menyenangkan hatimu.

:)






Saya pernah bersama anda dulu

Berapa lamanya saya tidak ingat dengan pasti, tapi jelas itu bukan sebentar
Karena jika sebentar saya tidak akan semenderita ini ketika anda berulah
Maaf saya tidak bisa lagi mencerna kata-kata kasar untuk menjadi baik
Mungkin saat ini kecamuk emosi telah membius mati kata lembut yang selalu saya beri hanya untuk anda

Sekarang saya hanya duduk diam mempersiapkan kerelaan untuk menyaksikan semuanya hancur lebur
Yang saya tau, saya memang tidak terlahir untuk dibenarkan
Tapi bukan berarti saya tidak punya kesedihan untuk menanggapi saat saya selalu dipojokkan
Anda orang yang bukan main saya telah limpahkan sayang dan kepercayaan
Dan betapa terbaliknya saat ini bila saya dengan terpaksa harus melimpahkan semua kecewa kepada anda

Anda tahu? Betapa sayangnya saya sama anda?
Betapa bahkan mulut saya tidak diciptakan untuk berbicara terlalu keras kepada anda
Padahal setiap hari kata-kata sumbang dengan mudah saya hibahkan kepada mereka
Karena saya terlalu mengistimewakan anda dari mereka
Mungkin memang saya tidak selalu baik, namun setidaknya tidak pernah mencoba untuk menjadi buruk.

Jika sekarang saya kecewa, saya bilang saya kecewa dan sungguh terluka
Entah karena keterbatasan diri atau emosi yang mengegoiskan diri
Semua meledak tanpa saya bisa mempersiapkan diri untuk tidak kaget
Semua terhujam kepada saya, cacian itu, saya terbungkam oleh sengitnya mata kalian
Masih terlihat keraskah saya saat saya dibius jutaan hujatan dari kalian?

Setidaknya diantara kecewa dan emosi yang ada malam ini, saya masih bisa mempersiapkan diri saya untuk sedikit rela
Bicaralah tentang apa yang anda ingin bicarakan
Dengarlah tentang apa yang anda ingin dengar
Saat ini saya masih ada untuk merasa tidak berguna saat berbicara
Maaf jika anda pernah terlalu dekat dengan raga yang dihuni oleh jiwa pecundang
Benar saya sakit jiwa, benar saya jahat, benar saya tidak pernah ada baiknya

Maka terimakasih untuk semua kehebatan kalian yang menemukan manusia paling jahanam di dunia :)


Tes..

Jangan, aku mohon suara itu jangan terdengar lagi menyelinap di balik jendela
Dia merusak langitku, mencorengnya menjadi kelabu
Aku enggan lagi tersenyum menikmati hari nanti
Kuputuskan untuk berdoa saja, siapa tahu Tuhan masih sudi mendengar suara samar diantara gemuruh sengit itu

Tes.. Tes..
Tidak, suara itu makin jelas terngiang menelusup bagai tamu tak tahu diri
Begitu tulikah dia untuk mendengar semua kecaman dan serapahku untuk mengusirnya?
Atau dia sengaja datang dengan hawa sendu yang mengejek?
Tuhan, aku sedang terpejam memohon namun mereka menggodaku untuk bersedih

Tes.. Tes.. Tes..
Seiring bunyi jahanam itu aku mendengar suara-suara sumbang dari jeritan pahit di telingaku
Mereka berdenging, sakit
Aku makin sesak dalam doaku, maaf ya Tuhan jika suaraku makin mengabur

Tes.. Tes.. Tes.. Tes..
Tidakkah kau mendengar-ku Tuhan?
Benar-benar tak mau kah kau mengabulkan 1 saja inginku ini?
Aku mulai putus asa dan tersedak dalam doaku

Aku tak bisa lagi menghitung tetesan yang datang
Semuanya menghambur dan aku tak cukup gesit untuk menghitung
Aku dibodohi mereka, aku dikepung dalam rentetan peristiwa sedih yang panjang
Semuanya mengurungku untuk terluka lagi disini

Ada yang bilang bahwa "God's in the rain"
Tuhan yang mana?
Jika itu Tuhanmu, bilang padanya bahwa aku membencinya
Membencinya sampai ke dasar darahku
Meludahinya dengan cacian setiap kali ia datang
Menyembur mukanya dengan serapah setiap kali ia mengambil kepunyaanku
Bilang padanya jangan datang lagi atau terlihat sedikit saja bayangannya di mataku

Tanyakan padanya,
Dari 1 hingga sekian banyak tetesannya mengapa yang ada hanya pencuri?
Dari 1 hingga sekian banyak tetesannya mengapa tidak ada satu pun yang berniat mengembalikan apa yang sudah ia ambil?
Dari 1 hingga sekian banyak tetesannya mengapa tak ada satu pun yang tersenyum untukku?

Tanyakan hingga aku bisa mengerti kenapa aku harus selalu terluka saat hujan datang



Ma,

Mengapa kini tak lagi pernah kau timang aku di hangat pelukmu?
Apakah dosa di tubuh ini terlalu berat untuk ragamu yang kian lemah dimakan waktu?

Ma,
Mengapa hatimu terlalu dipenuhi ruang maaf?
Apakah tidak ada satu pun kedurhakaan ego-ku bersarang di fikiranmu?

Ma,
Mengapa jiwa di dalam hidupmu begitu kekar?
Apakah tak satu haripun pernah goyah diracau ombak?

Ma,
Mengapa senyuman yang terlukis di wajahmu tak pernah mengabur?
Apakah kehidupan ini tidak pernah membuat senyum itu surut?

Ma,
Mengapa di segala doa-mu selalu kau sebut namaku dan selusin pintamu pada Tuhan?
Apakah aku benar pantas mendapat segala kebaikan yang kau pinta dengan hati berlutut?

Ma,
Mengapa dekapanmu begitu bisa menembus kepedihan di ruang dan waktu?
Apakah benar tidak pernah kau izinkan luka menghampiri buah hatimu?

Ma,
Mengapa tak pernah kulihat air mata-mu jatuh walau aku tau kau pun bisa terluka?
Apakah benar kau terlalu hebat sebagai seorang wanita?

Ma,
Mengapa kini rambutmu yang dulu hitam menjadi kian memutih?
Apakah benar terlalu banyak beban fikiran yang aku ciptakan untukmu?

Ma,
Izinkan aku bersyukur demi memiliki wanita sepertimu sepanjang hidupku
Izinkan aku membunuh jiwa ku yang tak jarang berserapah saat diradang egois
Izinkan aku membayangkan indahnya surga yang ada di tubuhmu
Izinkan aku memaafkan raga yang kau lahirkan jika tidak bijaksana terbujuk jiwa kekanakan ini
Izinkan aku memelihara hormat tulus ini hanya untuk wanita sepertimu
Izinkan aku menikmati kesempurnaan kasihmu dan terperangkap dalam simpul cintamu

Ma,
Maafkan aku yang terkadang hanya datang untuk meminta
Maafkan aku yang terkadang lupa untuk menjaga serapah ketika tersedot emosi
Maafkan aku yang pernah lupa bahwa surga itu milikmu
Maafkan aku yang harus tumbuh sehingga perlahan menghabiskan sisa kekuatanmu
Maafkan aku yang selalu meliliti fikiranmu, hingga tak lagi sempat kau fikirkan kemampuanmu
Maafkan aku yang tak sempurna untuk selalu menikmati cintamu yang maha dahsyat

Ma,
Terimakasih untuk tidak menganggapku berhutang kepadamu
Terimakasih untuk pertaruhan nyawamu di 20 tahun silam demi aku bisa melihat dunia
Terimakasih untuk setiap suapan nasi yang kini membuat aku mampu menopang raga menantang hari
Terimakasih untuk kebaikan yang ada di hidupku, aku yakini itu sebagai jawaban doamu untukku
Terimakasih untuk keringatmu yang selalu menjadi cambuk untukku agar bersyukur
Terimakasih untuk menjadi cinta pertama dalam hidupku


Teruntuk Prof. Dr. Ratna Djamil MSi Apt.
Dan semua mama di dunia :)


Maafkan karena aku harus tertawa atas tingkahmu
Ketika menangkap pemandangan ada manusia yang rela menjilati ludah yang kemarin ia hamburkan dengan pasti
Padahal ludahnya masih basah
Padahal ludahnya masih berbuih
Tanyakan pada pikiranmu yang katanya paling berakal, untuk apa kau meludah jika tak pernah tau kenapa kau membuang ludah?

Didepanku kemarin, kau buang caci maki, kau samakan mereka atas bajingan
Barusan tadi, kau lempar caci maki, kau samakan dirimu atas mereka yang bajingan
Mulutku tertahan untuk bertanya, bahkan tersedak saat berontak untuk memaksa
Aku terlalu mengerti tentang kerasmu, tentang terlalu percaya-nya kau atas diri angkuh itu, sampai kau tidak mampu lagi mendengar bahwa mungkin-saja-kau-salah

Aku diam tapi hati dan ego-ku bergumul menyentak bisu-ku
Di depan mereka aku tertawa tapi aku segera tidak sabar membalikkan punggung untuk berduka
Mereka tau-nya aku terima, tapi aku yakin mereka tidak tau kalau kecewaku sedang meregang amarah

Diamku semakin membabi buta, saat matamu seakan teracung menghakimi aku yang kini jadi sampah
Sambil diam rapat terkunci, akhirnya kecewa ini mengalir dengan panasnya sampai aku harus terengah-engah saat bernafas
Tidak di depanmu, tidak di depan mereka, atau bahkan tidak di depan diriku sendiri
Karena sebenarnya aku pun menipu diriku sendiri untuk tidak diracuni pedih

Mungkin benar saat ini aku sedang memupuk kedinginan hatiku untuk tak lagi bersedih dalam bisu
Disini aku malah sedang tertawa terbahak bersama sembilu yang masih bersarang di dadaku
Menertawakanmu yang masih terus asik menjilati najis-najis itu dengan hingar bingar setan di kalap matamu
Setidaknya aku bersyukur masih bisa tertawa ketika semua dentum muak dan amarah berkecamuk menindih nafasku
Setidaknya aku tau, prinsip ternyata hanya sebatas kotoran dalam pengertianmu




Hei lelaki,
Apa kabar mu?
Apa masih setia menertawakan ketidak warasanku?
Atau terbahak saat aku terkapar?

Hei lelaki,
Dalam keterbatasanku,
Masih mengingat dengan baik semua rasa sakit yang kucicipi
Jiwa ini merintih .. berduka untukmu
Batinku seolah-olah melayang menjelma menjadi kunang-kunang yang kehilangan malamnya
Tapi masih ku tanam dalam hatiku akan dendam itu

Hei lelaki,
Aku ingin menghirupmu sekali lagi
Seperti ketika angin datang memelukku dalam kegelapan
Dan ketika itu pula aku merasakan kesakitan yang indah
Segalanya tak bisa di cegah karena aku telah berada di dalamnya
Kembali ku ucap maaf padamu bila kerinduan yang dalam ini semakin mengabur dalam mataku

Hei lelaki,
Anggap saja kau tak pernah dengar apa yang pernah kuucap
Anggap saja kau tak pernah mengenal seraut wajah penuh duka ini atau sekedar perasaan yang menetap di hatinya
Atau sebuah lelucon jika kau anggap aku sebagai seonggok daging yang kau umpankan pada kesakit hatian
Mungkin lebih tepat jika kau anggap aku boneka yang siap dikuliti kapan saja
Karena kau bukan orang yang tepat untuk mengetahui arti hati dan air mata

Hei lelaki,
Kini aku bangkit dari kematian ku yang panjang
Setelah sekian lama hidup ku dirampas oleh kesakitan yang katanya biasa saja
Aku dan keakuanku membimbing jasad lusuh ku merangkak menjauhi kelabu dan bising emosi
Meninggalkan kubangan air mata dengan ingatan tentangmu yang mengabur
Namun kini aku menikmatinya
Karena aku perempuan yang selalu mampu
Bahkan melebihi apapun yang dimiliki dirimu

Followers

Peoples Come

Find Any Blogs